Senin, 10 Maret 2014

Etika Pariwara Indonesia

Pernahkah kita berpikir atau bertanya; mengapa diluar negeri model-model dengan gaya pakaian terbuka diperbolehkan? atau kenapa iklan rokok ditayangkan diatas jam sembilan malam?
Hal tersebut bukanlah suatu kebutulan, ada atauran yang mendasarinya. aturan itu disebut Etika Pariwara Indonesia (EPI). Berikut sekilas tentang EPI

Etika Pariwara Indonesia

            Para pelaku usaha industri periklanan wajib mematuhi aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dan Komisi Periklanan Indonesia. Dibawah ini adalah kutipan dari etika pariwara Indonesia yang telah disusun oleh KPI.
Swakrama

1.      Konsepsi Etika dan Swakrama
a)      Meskipun etika juga merupakan kesepakatan dari suatu masyarakat, namun ia langsung berkaitan dengan nurani orang per orang, sedangkan hukum lebih pada pencapaian ketentraman bermasyarakat.
b)      Etika tertinggi adalah naluri untuk melanjutkan kehidupan, sehingga segala daya-upaya harus dilakukan untuk mendukung kebutuhan ini.
c)      Etika sering terlanggar manakala ia melalui menyentuh kebutuhan fisik dasar manusia, harga diri, ataupun menjadi gaya hidup.
d)     Etika hanya bisa dibentuk dan dikembangkan oleh pihak-pihak yang langsung terlibat di dalamnya. Begitu pula etika periklanan yang merupakan suatu cabang profesi dan bisnis yang lebih diketahui oleh masyarakat periklanan sendiri.
e)      Etika bukanlah produk hukum, sehingga penerapannya tidak dapat dilakukan oleh pihak-pihak luar, tidak terkecuali Pemerintah.
f)       Swakrama bukan hanya menyangkut moralitas dan tatanan, namun juga standar-standar profesi.
g)      Swakrama hanya efektif jika sisi pengendaliannya diikuti secara seimbang dengan sisi penegakannya (law enforcement).

  1. Iklan dan Supra Sistem
a)       Periklanan adalah refleksi dari situasi dan kondisi nyata yang berkembang dalam masyarakat, karena ia sangat terkait dan dipegaruhi oleh lingkungan makro (sosial, budaya, ekonomi, politik, dsb.).
b)      Masyarakat yang telalu ditata, akan mematikan prakarsa dan kreativitas, sehingga mengerdilkan juga profesi dan industri periklanan.
c)       Iklan bisa sangat "berkuasa", karena ia umumnya lebih mudah dicerna masyarakat ketimbang misalnya, pesan pejabat. Meskipun demikian, penampilannya seringkali mengganggu tatanan etika, logika dan estetika di lingkungannya.
d)      Masyarakat hendaknya tidak menjadikan periklanan sebagai satu-satunya sumber informasi peroduk.
e)       Masyarakat mudah tersesat iklan obat, karena masih awam, dalam hal:
1. Bahwa setiap obat membawa resiko yang relatif sama besar dengan manfaatnya.
2. Bahwa ada beberapa penyakit / gejala tertentu yang hingga saat ini belum dapat diobati.
(Mis.penuaan, impotensi, kanker, kebotakan, dsb.).
f)       Segala manifestsi periklanan adalah juga ungkapan dari kebebasan mengemukakan pendapat (freedom of speech) masyarakat, sehingga tidak seharusnya dibatasi

3.      Kewenangan
EPI mengikat ke dalam maupun ke luar.
            Ke dalam, ia mengikat orang-perorang yang berkiprah dalam profesi apa pun di bidang periklanan, serta semua entitas yang ada dalam industri periklanan.
            Ke luar, ia mengikat seluruh pelaku periklanan - baik sebagai profesional maupun entitas usaha - terhadap interaksinya dengan masyarakat dan pamong.
            Dalam pengertian masyarakat, termasuk konsumen dari produk yang beriklan, khalayak sasaran, ataupun khalayak umum penerima pesan periklanan, serta anggota masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya.
            Dalam pengertian pamong, termasuk semua lembaga resmi, baik di tingkat pusat maupun daerah.
4.      Asas
Iklan dan pelaku periklanan harus :
a. Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
b. Bersaing secara sehat.
c. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak
 bertentangan dengan hukum yang berlaku.

5.      Definisi
Dalam kitab ini yang dimaksud dengan:
  1. EPI; ialah ketentuan-ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk dihormati, ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pengembannya. (Lihat juga Penjelasan)
  2. Iklan; ialah pesan komunikasi pemasaran tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. (Lihat juga Penjelasan)
  3. Pengiklan; ialah pemrakarsa, penyandang dana, dan pengguna jasa periklanan.
  4. Periklanan; ialah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, penyampaian, dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran. (Lihat juga Penjelasan)
  5. Perusahaan Periklanan; ialah suatu organisasi usaha yang memiliki keahlian untuk merancang, mengkoordinasi, mengelola, dan atau memajukan merek, pesan, dan atau media komunikasi pemasaran untuk dan atas nama pengiklan dengan memperoleh imbalan atas layanannya tersebut.
  6. Media; ialah sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan periklanan kepada konsumen atau khalayak sasaran. (Lihat juga Penjelasan)
  7. Khalayak; ialah orang atau kelompok orang yang menerima pesan periklanan dari sesuatu media.
  8. Lembaga Penegak Etika; ialah organisasi independen dan nirpamong yang bertugas dan berwenang untuk menegakkan etika periklanan, dan bernaung di bawah Dewan Periklanan Indonesia atau asosiasi pengemban EPI. (Lihat juga Penjelasan)
1.      Khalayak Anak-anak
a.       Iklan yang ditujukan kepada khalayak anak-anak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (Lihat juga Penjelasan)
b.      Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anak-anak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata "Bimbingan Orangtua" atau simbol yang bermakna sama.
2.      Rasa Takut Akan Takhayul
Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
3.      Kekerasan
Iklan tidak boleh - langsung maupun tidak langsung - menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakankekerasan.

4.      Keselamatan
Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.

5.      Hiperbolasasi
Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya. (Lihat juga Penjelasan).
6.      Bahasa
1.      Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut.
2.      Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti "paling", "nomor satu", "top", atau kata-kata berawalan "ter", dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
3.      Penggunaan kata-kata tertentu harus memenuhi ketentuan berikut:
a. Penggunaan kata "100%", "murni", "asli" untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya, harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
b. Penggunaan kata "halal" dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
c. Pada prinsipnya kata halal tidak untuk diiklankan. Penggunaan kata "halal" dalam iklan pangan hanya dapat ditampilkan berupa label pangan yang mencantumkan logo halal untuk produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia atau lembaga yang berwenang.
d. Kata-kata "presiden", "raja", "ratu" dan sejenisnya tidak boleh digunakan dalam kaitan atau konotasi yang negatif.

7.      Produk Pangan
1.      Iklan tidak boleh menampilkan pemeran balita untuk produk yang bukan diperuntukkan bagi balita.
2.      Iklan tentang pangan olahan yang mengandung bahan yang berkadar tinggi sehingga dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak, dilarang dimuat dalam media yang secara khusus ditujukan kepada anak-anak.
3.      Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi, dilarang dimuat dalam media massa. Pemuatan pada media nonmassa, harus sudah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan, atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan serta mencantumkan keterangan bahwa ia bukan pengganti ASI.
8.      Tokoh Animasi
1.      Penggunaan tokoh animasi sebagai peniruan seorang tokoh atau sesuatu karakter yang populer, harus atas ijin dari yang bersangkutan atau pemilik hak atas karakter tersebut.
2.      Suatu tokoh animasi tidak boleh ditampilkan secara menakutkan atau menjijikkan secara berlebihan.
3.      Penokohan sosok animasi harus tetap sesuai dengan nilai-nilai sosial dan budaya bangsa.
9.      Media Televisi
1.      Iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa (intimate nature) hanya boleh disiarkan mulai pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu setempat.
2.      Materi iklan yang tepat sama tidak boleh ditampilkan secara sambung-ulang (back to back) lebih dari dua kali.
3.      Dramatisasi, adegan berbahaya, dan bimbingan orangtua:
a. Iklan yang menampilkan dramatisasi wajib mencantumkan kata-kata "Adegan Ini Didramatisasi".
b. Iklan yang menampilkan adegan berbahaya wajib mencantumkan peringatan "Adegan Berbahaya. Jangan Ditiru".
c. Adegan yang tidak sepenuhnya layak dikonsumsi oleh balita dan anak-anak, harus mencantumkan kata-kata "Bimbingan Orangtua" atau lambang yang bermakna sama.
4.      Visualisasi tulisan harus memenuhi syarat-syarat kontras dan kejelasan.



SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ANIMASI

Kredit: Pak Santo Tjhin 
1.      Independent Animation
            Kita pasti mengenal berbagai perusahaan animasi besar yang berperan besar dalam sejarah animasi Amerika. Sebut saja Walt Disney, Pixar dan Dream Work. Namun selain perusahaan-perusahaan besar tersebut, sebenarnya terdapat beberapa animator yang menciptakan karyanya secara independent, sama seperti gerakan independent dalam dunia perfilman yang terjadi sekarang.
            Para pelaku animasi independen ini umumnya tidak mengikuti arus mainstream, yang pada karya-karya mereka umumnya menggunakan media yang berbeda dari media animasi yang umum, namun pada akhirnya melahirkan jenis animasi baru, seperti Will Vinton yang menciptakan teknik claymation dan George Pal yang menciptakan teknik replacement animation.

2.      Tokoh-tokoh Animasi
1.      John Hubly
John & Faith Hubley
            John Hubley mengawali karirnya di Studio Disney pada tahun 1935dan meninggalkan Studio Disney pada tahun 1941 pada waktu terjadinya demonstrasi. John kemudian bekerja dengan Screen Gems (dulunya Charles Mintz Studio) dimana ia menjadi seseorang sutradara. Pada tahun 1944, John bekerja dengan UPA dimana ia menyutradarai beberapa film yang terkenal seperti Rooty Toot Toot (1952). Karena situasi politik pada masa itu ( dekade 50-an ), John dikeluarkan dari tempatnya bekerja. Kemudian John pun terlibat dengan proyek untuk membuat versi animasi dari Finian’s Rainbow, namun usaha pengadaptasian ini tidak sukses.
            Faith Elliot Hubley, istri kedua John, memasuki industri film pada usia 18 tahun ( lahir tahun 1924 ) sebagai pembawa pesan di Columbia Pictures ( 1942 ). Karirnya berkembang menjadi script supervisor pada film Go Man Go oleh James Wong (1954) dan 12 Angry Men oleh Sidney Lumet (1957), dimana ia turut mengedit film tersebut.
            John and Faith menikah pada tahun 1955, dimana John berjanji untuk selalu makan bersama anak-anak mereka dan membuat satu film independent setiap tahun. Untuk melaksanakan janji yang terakhir, mereka membuka Storyboard Productions di New York untuk membuat film iklan dan pendidikan.

Kerjasama yang Serasi
            Ketika pasangan Hubley menikah, mereka berjanji untuk selalu makan malam bersama anak mereka dan membuat satu independent film setiap tahun. Untuk yang terakhir, mereka membuka Storyboard Productions di New York untuk memproduksi iklan dan film pendidikan.
            Kerjasama mereka merupakan kerjasama yang bagus pada masa sesudah perang, dan membantu memberikan landasan bagi perkembangan independent animation di Amerika.
            Mereka pun menginspirasi  perkembangan teater animasi di New York. Meskipun mereka membuat iklan televisi yang populer untuk klien-klien seperti Ford, Maypo dan Bank of America, mereka lebih terkenal dengan produksi film pendek mereka, yang dimulai dengan The Andenture of * (1955).
            Produksi pasangan ini merupakan jenis animasi yang berbeda dengan animasi pada masa itu, dimana animasi ini merupakan animasi dari bentuk-bentuk simbolik. Yang dapat dijadikan acuan adalah karya dari Chuck Jones, yang memproduksi Now Hear This, namun karya dari pasangan ini lebih simbolik dari karya Chuck. The Adventure of * merupakan kisah mengenai seorang bayi, yang disimbolkan dengan bentuk *, dimana apresiasi visual dari bayi ini berubah ketika bayi ini tumbuh.

Terinspirasi oleh Musik
            Pada film-film Hubley, mereka mengeksplorasi bahasa visual yang baru, dimana mereka seringkali terinspirasi oleh soundtrack. Hal ini mengakibatkan gaya visual yang bebas, dimana elemen2 grafis seringkali terlihat mengambang di udara.  Kebanyakan dari karya mereka terinspirasi dari pemusik Jazz terkemuka seperti Dizzy Gillespie, Oscar Peterson dan Quincy Jones. Pengaruh Jazz jelas terlihat dari film kedua mereka, Harlem Wednesday (1957), yang diiringi oleh musik dari Benny Carter dan produksi Tender Game (1958), yang menggunakan lagu dari Ella Fitzgerald, sebuah versi sendiri dari lagu Tenderly.
            Karya lain mereka yang terpenting adalah Moonbird (1959), yang memenangkan Oscar, yang berkisah mengenai dua anak yang mengejar burung pada malam hari, yang dialognya diisi oleh anak mereka. Tipe dialog ini pun terlihat dari karya mereka seperti The Hole (1962), yang berkisah mengenai percakapan dua pekerja konstruksi mengenai perang nuklir. Film-film mereka yang lain adalah The Hat (1964), yang berkisah mengenai masalah perbatasan nasional dan Windy Day (1968), yang berkisah mengenai dunia anak-anak yang juga menggunakan suara kedua anak gadis Hubley. Film lain mereka yang bertemakan pendidikan adalah Of Stars and Men (1961) yang berkolaborasi dengan Harlow Shapeley dan Everybody Rides The Carousel (1976).

Sepeninggal John Hubley
            Faith Hubley menyelesaikan produksi A Doonesbury Special (1977) yang berdasarkan Gary Trudeau komik strip, setelah meninggalnya John dan menjadi film ketujuh mereka yang mendapat nominasi oscar. Faith terus membuat film, dimana ia memasukkan perasaannya dan menginspirasi generasi baru dari pembuat film wanita, dimana salah satunya adalah anak perempuannya, Emily.

2.      John and James Whitney
            Whitney bersaudara, John dan James, pelopor Animasi Independent Amerika, tercatat tidak hanya untuk film2 abstrak mereka, namun juga karena mempelopori dunia komputer animasi dan digital special effects. Ketika di Paris, John mempelajari musik12-tone  dan animasi dari desain abstrak. Ketika kembali ke Amerika pada tahun 1939, ia bergabung dengan James, seorang pelukis, untuk membuat film pertama mereka, yaitu Twenty-Four Variation (1940), sebuah film abstrak menggunakan film 8-mm, yang menggunakan bentuk lingkaran dan segi tiga. Produksi dari karya ini dimungkinkan karena printer optik yang dibuat oleh John. Kerjasama mereka selanjutnya menghasilkan Five Abstract Film Excercises (1940-45).
            Karya ini dapat dianggap sebagai masterpiece dalam animasi abstrak, dimana disini mereka memotret cahaya daripada benda bercahaya. Sebagai tambahan, John pun menciptakan suara pada film, sebuah teknik yang kemudian dikembangkan oleh Norman McLaren. Kemudian mengikuti teknik dari Norman McLaren yang melukis diatas film (yang dimaksud disini adalah pita film), merupakan karya film yang berupa serial, dimana disini John membuat foto dari gambar cat minyak diatas permukaan halus, kemudian menambahkan warna sesudah foto tersebut dicetak. Karya yang dihasilkan menggunakan teknik ini adalah Mozart Rondo (1949), Hot House (1949) dan Celery Stalks at Midnight (1951).
            Pada tahun 1952, John mendirikan Motion Graphics,Inc. yang memproduksi film2 iklan, kemudian pada tahun 1955 bekerja dengan UPA sebagai sutradara, sebelum bekerja sebagai spesialis film pada Charles and Ray Earnes Studio. John pun mendesain title sequence untuk film Alfred Hitchcock, Vertigo (1958), bekerja sama dengan Saul Bass. Pada awal 1959, John mulai menggunakan komputer analog sederhana untuk menghasilkan visual effect. Hasilnya adalah Catalog 1961, yang diproduksi untuk menunjukkan kemampuan proses ini untuk periklanan. Eksperimen ini dan banyak percobaan lainnya membuka jalan ke IBM pada tahun 1961, yang menghasilkan film2 awal yang menggunakan computer atau optical printer seperti Permutations (1966), serial Matrix yang dihasilkan pada awal 1970 dan Arabesque (1975).
                Pada tahun 1986, John membantu mengembangkan komputer program yang didesain untuk mengkombinasikan komputer grafis dan komposisi musik, yang ditujukan untuk menyelaraskan aksi tonal (musik) dan aksi grafis.

3.      James Whitney
            Setelah bekerja sama dengan saudaranya, John Whitney, James mendedikasikan dirinya untuk mempelajari filosofi Asia. Ketika kembali ke dunia film pada tahun 1950 sampai kematiannya, ia hanya membuat lima film, yang dianggap sebagai bagian dari karya2 sinema non-objective yang terbaik.
Salah satu dari karya James, Yantra (1955) dapat dianggap sebagai pengalaman visual/spiritual yang terbaik.
            James kembali melukis sebelum menyelesaikan Lapis (1965), yang juga menggunakan barisan point. Untuk proyek ini ia menggunakan peralatan saudaranya, namun seluruh image yang direkam mengunakan kerajinan tangan.
Proyek terakhir James, yang tidak terselesaikan ketika ia meninggal, merupakan sebuah terralogi yang menggunakan empat elemen utama, yaitu tanah, angin, api dan air. Bagian pertamanya, Dwija (1976), menggunakan image burung yang dilahirkan kembali, bermandikan cahaya.


3.      Animasi Stop Motion
            Telah dibahas bahwa teknik stop motion pertama kali digunakan dalam pembuatan animasi gambar tangan oleh James Stuart blackton dalam The Humorous Phases of Funny Faces (1906), dimana teknik ini menjadi pelopor dalam dibuatnya animasi gambar tangan, yang kemudian disempurnakan oleh Windsor Mc Cay.
            Jadi, istilah animasi stop motion, yang seringkali dipakai untuk mendeskripsikan animasi boneka, sebenarnya merupakan teknik yang umum dipakai untuk menganimasikan berbagai macam media, dimana teknik ini dapat digunakan untuk membuat animasi cutout, sand, clay dan pixilation.
            Teknik inilah yang dipakai untuk membuat karya-karya animasi legendaris sampai teknik ini digantikan oleh komputer. Jadi, untuk pembahasan mengenai animasi stop motion menggunakan boneka, disini akan disebut dengan stop motion 3D. Teknik ini sebenarnya telah lama dipakai, bahkan sebelum kamera film ditemukan, dimana terdapat zoetrope yang menggunakan boneka kayu.
            George Meiles, sebelum Blackton menganimasikannya dalam media gambar, menggunakan teknik ini dalam produksi film untuk keperluan advertising pada tahun 1898, dimana disini ia mambuat balok-balok kayu berbentuk huruf bergerak membentuk nama dari sang advertiser. Sebelumnya, pada tahun 1897, Albert E.Smith bersama Blackton pun telah membuat film pendek dengan teknik stop motion 3D berjudul Humpy Dumpy Circus, yang menggambarkan boneka bergerak.
            Penggunaan animasi stop motion 3D, pada masa ini, karena kebanyakan menggunakan boneka, dianggap tidak cocok keperluan visual efek untuk film serius, dimana penggunaannya kebanyakan untuk film atau iklan untuk anak-anak, salah satunya adalah produksi Dolls in Dreamland (1907).
            Penggunaan animasi gambar tangan telah digunakan oleh Blackton dalam The Haunted House, sebuah film horor, namun penggunaan animasi stop motion 3D nampaknya masih menunggu waktu lama sebelum digunakan dalam film serius.
            Kita akan membicarakan mengenai para pembuat animasi stop motion 3D, dimana beberapa animator independen banyak menaggunakan media ini.

4.      Tokoh-tokoh animasi stop motion 3D
1.      Wilis O’Brien
                  Pada tahun 1913, seorang anak muda berusia 17 tahun, yang bekerja sebagai pematung melakukan eksperimen dengan kamera pinjaman, dimana dengan ia memfilmkan patung tanah liat petinju yang dibuatnya untuk keperluan pameran, dengan teknik stop motion. Hasil dari animasi ini merupakan sebuah pertandingan tinju, yang menggugah minat dari anak muda ini untuk menekuni animasi stop motion 3D.
                  Dari hasil coba-coba ini, anak muda yang bernama Wilis O’ Brien ini pun membuat sebuah film eksperemental yang diberinya judul The Dinosaur and the Missing Link, dimana hasil dari animasi ini dibeli oleh Thomas Alva Edison, yang kemudian memasarkan animasi tersebut. O’Brien kemudian pindah ke timur dan membuka perusahaan dengan nama Mannikin Films Inc., dimana disini membuat beberapa animasi pendek untuk perusahaan Edison.
                  Tidak puas dengan hasil yang sudah dicapainya, O’Brien pun melakukan eksperimen lebih lanjut untuk menyempurnakan teknik stop motion untuk karya-karyanya, dimana ia kemudian bekerja sama dengan American Museum of Natural History untuk menghasilkan dinosaurus yang benar-benar akurat. Hasil kerjasama ini membuahkan film The Ghost of Slumber Mountain pada tahun 1918, dimana film ini menarik perhatian seorang produser film, Watterson R. Rothacker, yang kemudian memberinya proyek untuk mengerjakan adaptasi film dari novel Sir Arthur Conan Doyle, The Lost World. Proyek The Lost World  ini dikerjakan O’Brien dengan keseriusan tinggi, dimana selain membuat gerakan yang lebih baik, ia pun memperbaiki bentuk desain dari dinosaurusnya agar lebih meyakinkan sebagai mahkluk hidup, dimana O’Brien mengajak seseorang pematung muda bernama Marcel Delgado untuk bekerja sama.
                  Delgado kemudian menghabiskan waktu selama dua tahun untuk membuat model dinosaurus sebanyak 50 buah untuk proyek ini, dimana O”Brien mengerjakan set di sebuah studio di Holywood, dimana pada tahun 1925 film ini pun dirilis.
                  Meskipun The Lost World meraih sukses, perkembangan selanjutnya dari karir O’Brien tidak terlalu mulus dimana pada masa ini orientasi pasar dari Holywood lebih mengarah kepada film-film yang bertemakan musik semenjak ditemukannya film bersuara yang dipopulerkan dengan film The Jazz Singer (1927), yang merupakan film musikal.
                  Hal inipun berimbas dengan produksi film-film animasi, dimana animasi O’brien yang lebih bertemakan fantasi dengan mahkluk-mahkluk prasejarah, tidak mendapat tempat, dimana orang lebih suka menonton animasi gambar tangan yang menampilkan musik, yang dipelopori Disney dengan Silly Symphony (1928).
                  Menggunakan teknik animasi stop motion 3D, O’Brien tentu saja kesulitan untuk membuat karakter bernyanyi dan gaya dari O’Brien pun bukanlah gaya animasi lucu. Hal yang merupakan kekurangan animasi stop motion 3D adalah animasi yang dihasilkan seringkali merupakan animasi yang kaku, bergerak patah-patah, tidak cocok untuk animasi musikal.
                  Butuh beberapa waktu sebelum genre fantasi O’Brien mendapat tempat kembali, dimana selama kurun waktu penantian tersebut, O’Brien mengerjakan beberapa proyek film eksperimen, dan sebuah film untuk studio RKO berjudul Creation, namun tidak ada yang terselesaikan.
                  Kemudian tawaran untuk membuat film bertemakan fantasi kembali datang pada tahun 1930, dimana film ini banyak menggunakan set yang dibuat untuk film sebelumnya, dimana judul film ini adalah King Kong. Film ini kemudian dirilis tahun 1933 dan mendapat sukses besar, dimana animasi stop motion 3D ini merupakan kemajuan dalam dunia animasi stop motion 3D dimana karakter King Kong  bukanlah sekedar monster bergerak, namun juga memiliki personality, dimana di waktu yang hampir bersamaan, Disney pun membuat animasi gambar tangan yang memiliki personality, yaitu The Three Little Pig.

2.       Ray Harryhausen 
                  Pada masa genre fantasi mendapat popularitasnya pada dekade 50, orang yang paling banyak mengerjakan proyek stop motion untuk film-film demikian adalah Ray Harryhausen, yang merupakan seseorang pengagum O’Brien dan sempat bekerja sebagai asisten O’Brien pada film Mighty Joe Young  tahun 1949.
                  Popularitas fiksi ilmiah ini tentu saja berarti banyaknya permintaan untuk special efek, yang tentu memberi masa keemasan bagi Ray Harryhausen, dimana pada masa ini banyak film-film yang menggunakan stop motion yang ia hasilkan. Namun meskipun genre fiksi ilmiah sangat digemari, budget yang digunakan untuk membuat film-film ini tetap tidak tidak banyak, dimana sebelumnya film-film ini memang dikategorikan sebagai film B-Grade dan dibuat dengan biaya murah. Dengan budget yang minim, tentu saja Ray harus ketat dalam mengeluarkan budget untuk film-filmnya, meskipun ini tidak berarti penurunan kualitas.  Setelah bekerja dengan O’Brien pada film Mighty Joe Young film, karir Ray pun menanjak dimana ia mendapat banyak pekerjaan membuat film sejenis, dimana proyek Ray selanjutnya adalah The Beast from 20,000 Fathom (1953). Pada film ini, Ray menemukan teknik yang berbeda dengan teknik yang digunakan O’Brien, dimana pada teknik yang digunakan O’Brien, untuk mengambil gambar interaksi antara manusia dengan stop motion 3D monster, digunakan teknik memproyeksikan adegan stop motion 3D ke layar berukuran besar, sementara sang aktor berakting di depan layar tersebut.
Ray, pada teknik yang dikembangkannya, menggunakan cara yang sebaliknya, dimana ia memproyeksikan film hasil shooting live action ke arah model stop motion yang dibuatnya, dimana teknik ini tentu saja menghemat banyak biaya produksi.
                  Penggunaan animasi stop motion 3D sebenarnya tidak hanya sebatas digunakan untuk keperluan special efek film, dimana sebelumnya telah dijelaskan bahwa telah dibuat film animasi anak-anak menggunakan boneka stop motion pada jaman Blackton, namun tidak populer .

3.      George Pal
                  Tokoh lain yang perlu dicatat dalam sejarah animasi stop motion 3D adalah George Pal, seseorang pakar pembuat animasi stop motion 3D dari Hungarian, yang pindah ke Amerika tahun 1939.
                  Ketika di Amerika, George Pal bekerja dengan Paramount Studio pada awal tahun 1940, dimana ia membuat serial animasi stop motion 3D yang berjudul Puppetoon, untuk keperluan televisi. Ray Harryhausen dan Wilis O’Brien pun pernah bekerja sama dengan George membuat beberapa  proyek untuk serial ini, namun mereka menyatakan bahwa teknik yang digunakan Ray tidak cocok dengan cara kerja mereka.
                  George Pal menemukan teknik yang disebut dengan replacement animation, dimana teknik ini berbeda dengan teknik animasi stop motion 3D yang dikenal. Biasanya untuk menggerakkan model boneka, dibuatlah semacam kerangka atau armature di dalam boneka tersebut, dimana ketika difilmkan secara stop motion, boneka tersebut digerakkan menggunakan armature tersebut.
                  Teknik replacement animation yang digunakan oleh George merupakan teknik yang rumit, dimana teknik ini tidak menggerakan sebuah boneka, tapi menggunakan ribuan boneka yang dibuat dengan posisi yang berbeda untuk menghasilkan sebuah gerakan.
                  Namun teknik ini tidak selalu dipakai dalam semua adegan, dimana pada beberapa adegan tetap digunakan armature, tentu saja untuk menghemat biaya.  Teknik replacement animation  baru dipakai pada adegan-adegan yang membutuhkan kehalusan  animasi, seperti ekspresi wajah atau karakter spesial, misalnya karakter berbentuk puntung rokok, yang digunakan Pal pada karya animasi “dancing cigarettes” untuk keperluan mengiklankan sebuah stasiun radio di Netherlands tahun 1932.
                  Keindahan dari animasi stop motion 3D oleh George Pal akhirnya membuahkan penghargaan dari Academy Award dengan enam nominasi dari episode Puppetoon, dan sebuah penghargaan khusus dengan teknik yang dikembangkannya. Selain itu, tawaran proyek pun berdatangan, dimana George pun mendapat tawaran untuk mengerjakan spesial efek untuk keperluan film live action, dimana film-fil tersebut adalah The Time Machinne dan War of The Words.

5.      Perkembangan Animasi Stop Motion 3D
            Popularitas dari animasi stop motion 3D tidak sebesar dengan popularitas animasi gambar tangan, dimana meskipun memiliki dimensi, animasi stop motion 3D cenderung kaku, dimana ketika digunakan untuk animasi musikal, hasil animasi ini tidak sebanding dengan animasi gambar tangan.
            Beberapa animasi stop motion 3D yang dihasilkan, yang bertemakan musikal, seperti Rudolph The Red-Nosed Reindeer (1964) dan Santa Claus Is Comin’ to Town (1970) produksi Rankin-Bass merupakan animasi berdurasi panjang yang memiliki kualitas baik namun hanya untuk keperluan konsumsi televisi dan tidak terlalu populer.
            Pada tahun 1993, sebuah animasi stop motion 3D berjudul The Nightmare Before Christmas, yang diproduksi oleh Tim Burton dan disutradarai Henry Selick, dirilis. Karya ini berhasil mengangkat kirpah animasi stop motion 3D yang selama ini kurang mendapat perhatian. Karya inipun menjadi animasi stop motion yang paling diingat dimana gaya yang dipakai pada film ini merupakan gaya yang unik, gabungan antara Horor Haloween dengan kartun, yang memberikan kesan menakutkan sekaligus komedi, dimana karya ini ditujukan untuk semua umur.
            Pada tahun 1993, sebuah animasi stop motion 3D berjudul The Nightmare Before Christmas, yang diproduksi oleh Tim Burton dan disutradarai Henry Selick, dirilis. Karya ini berhasil mengangkat kirpah animasi stop motion 3D yang selama ini kurang mendapat perhatian.
Karya inipun menjadi animasi stop motion yang paling diingat dimana gaya yang dipakai pada film ini merupakan gaya yang unik, gabungan antara Horor Haloween dengan kartun, yang memberikan kesan menakutkan sekaligus komedi, dimana karya ini ditujukan untuk semua umur.
            Hal lainnya yang hendak dicapai pada animasi ini adalah bahwa animasi ini merupakan animasi musikal, dimana sebelumnya animasi stop motion 3D sulit menyaingi animasi gambar tangan musikal.
            Tim Burton mengatakan, bahwa dalam menghasilkan karya ini, salah satu referensi yang diambil adalah karya stop motion Rudolph The Red-Nosed Reindeer, dimana karya ini merupakan karya yang mengambil inspirasi dari natal, namun menggabungkannya dengan berbagai eleman fantasi, dimana dalam The Nightmare Before Christmas, karya ini merupakan gabungan antara Haloween dengan Christmas.
            Teknik stop motion 3D yang dipakai merupakan teknik replacement animation, dengan sedikit bantuan komputer untuk mempermudah proses produksi. Proses produksi membutuhkan 227 boneka, dimana karakter utama animasi ini, Jack Skellington, membutuhkan 400 kepala pengganti untuk memudahkan karakter ini berekspresi.
            Kesuksesan film inipun mendorong untuk penciptaan beberapa film stop motion 3D lainnya, seperti Corpse Bride dan Coraline.


6.      Will Vinton
            Perusahaan kecil dari Will Vinton, merupakan contoh terbaik dari versi baru animasi clay tiga dimensi. Tim produksi dari perusahaan ini seringkali dikategorikan dengan produksi komersil maupun independen.
            Lahir pada tahun 1947 di McMinnville (Oregon), Vinton mempelajari sinematografi oleh ayahnya, seorang pembuat film amatir yang bersemangat.
Ketika belajar di Berkley, Will membuat banyak film pendek, beberapa adalah live action, dan membuat animasi tiga dimensi menggunakan model yang ia buat sebagai mahasiswa arsitektur.
            Ketika lulus pada tahun 1971, Vinton bekerja sebagai pembuat film freelance. Disini ia bekerja sama dengan arsitek Bob Gardiner, yang pada akhirnya berhasil membuat film pendek animasi menggunakan clay, berjudul Closed Mondays.
            Film pertama ini merupakan sebuah kesuksesan dan memenangkan Oscar pada tahun 1974. Karya ini mengkisahkan seorang pemabuk yang memasuki museum yang tutup dan bereaksi secara fantasi pada lukisan-lukisan yang dipajang,
Di mata si pemabuk, yang juga diperlihatkan kepada penonton, benda-benda di museum menjadi hidup dan bermetamofosa menjadi sesuatu yang hidup, yang dengan kreativitas pembuatnya, menjadikan animasi ini menghibur dan memiliki atmosfir yang menjadi ciri khas dari Vinton.
            Gaya yang ditampilkan dari Closed Mondays merupakan penemuan yang unik, dimana ditampilkan komputer berbicara yang berubah menjadi sarung tangan, kepala Einstein dan televisi lengkap dengan siarannya.
Karya ini melahirkan apa yang disebut dengan claymation, merupakan teknik yang dipatenkan dan disempurnakan oleh Vinton.
            Meskipun teknik ini hanya menggunakan medium yang berbeda, teknik stop motion menggunakan clay sebenarnya sudah banyak dicoba dan mengalami kegagalan, dimana clay di tangan Vinton pada akhirnya mendapat tempat di dunia animasi.
            Hal lainnya, clay pun menjadi alternatif penggunaan boneka kayu sebagai media untuk membuat 3D animasi, dimana pendahulu Vinton banyak yang menggunakan media ini, seperti George Pal.
Kegunaan lain dari clay adalah sifatnya yang mempu membuat adegan metamorfosis, yang ditampilkan dalam film pendek Vinton.
            Kemudian Vinton meninggalkan kerjasama dengan Gardiner, dan membuka perusahaannya di Portland, Oregon, dimana disini ia memproduksi film-film pendek.
Beberapa karyanya, seperti Martin the Cobbler (1976), merupakan kisah berdasarkan cerita dari Leo Tolstoy, yang mengkisahkan seseorang yang kehilangan harapan, dan secara mukzizat menemukannya kembali. Film ini memiliki gaya yang menyerupai gaya daripada Disney, namun visualisasinya merupakan sebuah kreativitas yang terinspirasi, bukan sebuah peniruan.
Hal yang sama pun terjadi dalam film Rip Van Winkle (1978).
Hal yang menjadi ciri khas dari Vinton adalah metamorfosis.

7.      Festival Animasi
            Untuk pembuat film animasi, festival film animasi merupakan sarana untuk memamerkan hasil karya dan mendapat perhatian, bahkan merupakan akses untuk menjadi terkenal.
Para animator dan studio animasi, seperti Bill Plympton dengan Your Face (1987), Aardman Animation dengan Creature Comforts (1989), Pixar dengan Tin Toy (1988) dan Mike Judge dengan Frog Baseball (1991), mendapat keuntungan dengan memamerkan karya mereka di ajang festival.
Festival film tertua yang didedikasikan untuk film animasi adalah Annecy International Animation Festival. Didirikan tahun 1960, event pertama festival ini mengambil tempat di kota Annecy, Perancis, pada bulan Juni.
Meskipun banyak masalah politik di Yugoslavia, Zagreb Festival terus diadakan setiap tahun, kecuali di tahun 1976.
Pemenang Grand Prize dari lomba ini adalah When The Day Breaks oleh Wendy Tilby dan Amanda Forbis (1999) dan Father and Daughter oleh Michael Dudok de Wit (2000).