Senin, 10 Maret 2014

Etika Pariwara Indonesia

Pernahkah kita berpikir atau bertanya; mengapa diluar negeri model-model dengan gaya pakaian terbuka diperbolehkan? atau kenapa iklan rokok ditayangkan diatas jam sembilan malam?
Hal tersebut bukanlah suatu kebutulan, ada atauran yang mendasarinya. aturan itu disebut Etika Pariwara Indonesia (EPI). Berikut sekilas tentang EPI

Etika Pariwara Indonesia

            Para pelaku usaha industri periklanan wajib mematuhi aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dan Komisi Periklanan Indonesia. Dibawah ini adalah kutipan dari etika pariwara Indonesia yang telah disusun oleh KPI.
Swakrama

1.      Konsepsi Etika dan Swakrama
a)      Meskipun etika juga merupakan kesepakatan dari suatu masyarakat, namun ia langsung berkaitan dengan nurani orang per orang, sedangkan hukum lebih pada pencapaian ketentraman bermasyarakat.
b)      Etika tertinggi adalah naluri untuk melanjutkan kehidupan, sehingga segala daya-upaya harus dilakukan untuk mendukung kebutuhan ini.
c)      Etika sering terlanggar manakala ia melalui menyentuh kebutuhan fisik dasar manusia, harga diri, ataupun menjadi gaya hidup.
d)     Etika hanya bisa dibentuk dan dikembangkan oleh pihak-pihak yang langsung terlibat di dalamnya. Begitu pula etika periklanan yang merupakan suatu cabang profesi dan bisnis yang lebih diketahui oleh masyarakat periklanan sendiri.
e)      Etika bukanlah produk hukum, sehingga penerapannya tidak dapat dilakukan oleh pihak-pihak luar, tidak terkecuali Pemerintah.
f)       Swakrama bukan hanya menyangkut moralitas dan tatanan, namun juga standar-standar profesi.
g)      Swakrama hanya efektif jika sisi pengendaliannya diikuti secara seimbang dengan sisi penegakannya (law enforcement).

  1. Iklan dan Supra Sistem
a)       Periklanan adalah refleksi dari situasi dan kondisi nyata yang berkembang dalam masyarakat, karena ia sangat terkait dan dipegaruhi oleh lingkungan makro (sosial, budaya, ekonomi, politik, dsb.).
b)      Masyarakat yang telalu ditata, akan mematikan prakarsa dan kreativitas, sehingga mengerdilkan juga profesi dan industri periklanan.
c)       Iklan bisa sangat "berkuasa", karena ia umumnya lebih mudah dicerna masyarakat ketimbang misalnya, pesan pejabat. Meskipun demikian, penampilannya seringkali mengganggu tatanan etika, logika dan estetika di lingkungannya.
d)      Masyarakat hendaknya tidak menjadikan periklanan sebagai satu-satunya sumber informasi peroduk.
e)       Masyarakat mudah tersesat iklan obat, karena masih awam, dalam hal:
1. Bahwa setiap obat membawa resiko yang relatif sama besar dengan manfaatnya.
2. Bahwa ada beberapa penyakit / gejala tertentu yang hingga saat ini belum dapat diobati.
(Mis.penuaan, impotensi, kanker, kebotakan, dsb.).
f)       Segala manifestsi periklanan adalah juga ungkapan dari kebebasan mengemukakan pendapat (freedom of speech) masyarakat, sehingga tidak seharusnya dibatasi

3.      Kewenangan
EPI mengikat ke dalam maupun ke luar.
            Ke dalam, ia mengikat orang-perorang yang berkiprah dalam profesi apa pun di bidang periklanan, serta semua entitas yang ada dalam industri periklanan.
            Ke luar, ia mengikat seluruh pelaku periklanan - baik sebagai profesional maupun entitas usaha - terhadap interaksinya dengan masyarakat dan pamong.
            Dalam pengertian masyarakat, termasuk konsumen dari produk yang beriklan, khalayak sasaran, ataupun khalayak umum penerima pesan periklanan, serta anggota masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya.
            Dalam pengertian pamong, termasuk semua lembaga resmi, baik di tingkat pusat maupun daerah.
4.      Asas
Iklan dan pelaku periklanan harus :
a. Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
b. Bersaing secara sehat.
c. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak
 bertentangan dengan hukum yang berlaku.

5.      Definisi
Dalam kitab ini yang dimaksud dengan:
  1. EPI; ialah ketentuan-ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk dihormati, ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pengembannya. (Lihat juga Penjelasan)
  2. Iklan; ialah pesan komunikasi pemasaran tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. (Lihat juga Penjelasan)
  3. Pengiklan; ialah pemrakarsa, penyandang dana, dan pengguna jasa periklanan.
  4. Periklanan; ialah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, penyampaian, dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran. (Lihat juga Penjelasan)
  5. Perusahaan Periklanan; ialah suatu organisasi usaha yang memiliki keahlian untuk merancang, mengkoordinasi, mengelola, dan atau memajukan merek, pesan, dan atau media komunikasi pemasaran untuk dan atas nama pengiklan dengan memperoleh imbalan atas layanannya tersebut.
  6. Media; ialah sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan periklanan kepada konsumen atau khalayak sasaran. (Lihat juga Penjelasan)
  7. Khalayak; ialah orang atau kelompok orang yang menerima pesan periklanan dari sesuatu media.
  8. Lembaga Penegak Etika; ialah organisasi independen dan nirpamong yang bertugas dan berwenang untuk menegakkan etika periklanan, dan bernaung di bawah Dewan Periklanan Indonesia atau asosiasi pengemban EPI. (Lihat juga Penjelasan)
1.      Khalayak Anak-anak
a.       Iklan yang ditujukan kepada khalayak anak-anak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (Lihat juga Penjelasan)
b.      Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anak-anak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata "Bimbingan Orangtua" atau simbol yang bermakna sama.
2.      Rasa Takut Akan Takhayul
Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
3.      Kekerasan
Iklan tidak boleh - langsung maupun tidak langsung - menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakankekerasan.

4.      Keselamatan
Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.

5.      Hiperbolasasi
Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya. (Lihat juga Penjelasan).
6.      Bahasa
1.      Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut.
2.      Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti "paling", "nomor satu", "top", atau kata-kata berawalan "ter", dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
3.      Penggunaan kata-kata tertentu harus memenuhi ketentuan berikut:
a. Penggunaan kata "100%", "murni", "asli" untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya, harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
b. Penggunaan kata "halal" dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
c. Pada prinsipnya kata halal tidak untuk diiklankan. Penggunaan kata "halal" dalam iklan pangan hanya dapat ditampilkan berupa label pangan yang mencantumkan logo halal untuk produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia atau lembaga yang berwenang.
d. Kata-kata "presiden", "raja", "ratu" dan sejenisnya tidak boleh digunakan dalam kaitan atau konotasi yang negatif.

7.      Produk Pangan
1.      Iklan tidak boleh menampilkan pemeran balita untuk produk yang bukan diperuntukkan bagi balita.
2.      Iklan tentang pangan olahan yang mengandung bahan yang berkadar tinggi sehingga dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak, dilarang dimuat dalam media yang secara khusus ditujukan kepada anak-anak.
3.      Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi, dilarang dimuat dalam media massa. Pemuatan pada media nonmassa, harus sudah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan, atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan serta mencantumkan keterangan bahwa ia bukan pengganti ASI.
8.      Tokoh Animasi
1.      Penggunaan tokoh animasi sebagai peniruan seorang tokoh atau sesuatu karakter yang populer, harus atas ijin dari yang bersangkutan atau pemilik hak atas karakter tersebut.
2.      Suatu tokoh animasi tidak boleh ditampilkan secara menakutkan atau menjijikkan secara berlebihan.
3.      Penokohan sosok animasi harus tetap sesuai dengan nilai-nilai sosial dan budaya bangsa.
9.      Media Televisi
1.      Iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa (intimate nature) hanya boleh disiarkan mulai pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu setempat.
2.      Materi iklan yang tepat sama tidak boleh ditampilkan secara sambung-ulang (back to back) lebih dari dua kali.
3.      Dramatisasi, adegan berbahaya, dan bimbingan orangtua:
a. Iklan yang menampilkan dramatisasi wajib mencantumkan kata-kata "Adegan Ini Didramatisasi".
b. Iklan yang menampilkan adegan berbahaya wajib mencantumkan peringatan "Adegan Berbahaya. Jangan Ditiru".
c. Adegan yang tidak sepenuhnya layak dikonsumsi oleh balita dan anak-anak, harus mencantumkan kata-kata "Bimbingan Orangtua" atau lambang yang bermakna sama.
4.      Visualisasi tulisan harus memenuhi syarat-syarat kontras dan kejelasan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar