Kredit: Pak Santo Tjhin
1. Independent Animation
Kita pasti mengenal berbagai perusahaan animasi besar yang berperan besar
dalam sejarah animasi Amerika. Sebut saja Walt Disney, Pixar dan
Dream Work. Namun selain
perusahaan-perusahaan besar tersebut, sebenarnya terdapat beberapa animator yang menciptakan
karyanya secara independent, sama seperti gerakan independent dalam dunia
perfilman yang terjadi sekarang.
Para pelaku animasi independen ini umumnya tidak
mengikuti arus mainstream, yang pada karya-karya mereka umumnya menggunakan
media yang berbeda dari media animasi yang umum, namun pada akhirnya melahirkan
jenis animasi baru, seperti Will Vinton yang menciptakan teknik claymation
dan George Pal yang menciptakan teknik replacement animation.
2.
Tokoh-tokoh
Animasi
1.
John
Hubly
John & Faith Hubley
John Hubley mengawali karirnya di Studio Disney pada tahun 1935dan
meninggalkan Studio Disney pada tahun 1941 pada waktu terjadinya demonstrasi.
John kemudian bekerja dengan Screen Gems (dulunya Charles Mintz Studio)
dimana ia menjadi seseorang sutradara. Pada tahun 1944, John bekerja dengan UPA dimana
ia menyutradarai beberapa film yang terkenal seperti Rooty Toot Toot
(1952). Karena situasi politik pada masa itu ( dekade 50-an ), John dikeluarkan
dari tempatnya bekerja. Kemudian John pun terlibat dengan proyek untuk membuat
versi animasi dari Finian’s Rainbow, namun usaha pengadaptasian ini
tidak sukses.
Faith
Elliot Hubley, istri
kedua John, memasuki industri film pada usia 18 tahun ( lahir tahun 1924 )
sebagai pembawa pesan di Columbia Pictures ( 1942 ). Karirnya berkembang
menjadi script supervisor pada film Go Man Go oleh James Wong (1954)
dan 12 Angry Men oleh Sidney Lumet (1957), dimana ia turut
mengedit film tersebut.
John
and Faith menikah pada
tahun 1955, dimana John berjanji untuk selalu makan bersama anak-anak mereka
dan membuat satu film independent setiap tahun.
Untuk melaksanakan janji
yang terakhir, mereka membuka Storyboard Productions di New York untuk
membuat film iklan dan pendidikan.
Kerjasama yang Serasi
Ketika
pasangan Hubley menikah, mereka berjanji untuk selalu makan malam bersama anak
mereka dan membuat satu independent film setiap tahun. Untuk yang terakhir,
mereka membuka Storyboard Productions di
New York untuk memproduksi iklan dan film pendidikan.
Kerjasama
mereka merupakan kerjasama yang bagus pada masa sesudah perang, dan membantu
memberikan landasan bagi perkembangan independent animation di Amerika.
Mereka
pun menginspirasi perkembangan teater
animasi di New York. Meskipun mereka membuat iklan televisi yang populer untuk
klien-klien seperti Ford, Maypo dan Bank of America, mereka lebih
terkenal dengan produksi film pendek mereka, yang dimulai dengan The Andenture of * (1955).
Produksi
pasangan ini merupakan jenis animasi yang berbeda dengan animasi pada masa itu,
dimana animasi ini merupakan animasi dari bentuk-bentuk simbolik.
Yang dapat dijadikan acuan
adalah karya dari Chuck Jones, yang memproduksi Now Hear This,
namun karya dari pasangan ini lebih simbolik dari karya Chuck.
The Adventure of * merupakan kisah mengenai seorang bayi, yang
disimbolkan dengan bentuk *, dimana apresiasi visual dari bayi ini berubah
ketika bayi ini tumbuh.
Terinspirasi oleh Musik
Pada
film-film Hubley, mereka mengeksplorasi bahasa visual yang
baru, dimana mereka seringkali terinspirasi oleh soundtrack.
Hal ini mengakibatkan gaya
visual yang bebas, dimana elemen2 grafis seringkali terlihat mengambang di
udara. Kebanyakan dari karya mereka terinspirasi dari pemusik
Jazz terkemuka seperti Dizzy Gillespie, Oscar Peterson dan Quincy Jones.
Pengaruh Jazz jelas terlihat
dari film kedua mereka, Harlem Wednesday (1957), yang diiringi oleh
musik dari Benny Carter dan produksi Tender Game (1958), yang menggunakan
lagu dari Ella Fitzgerald, sebuah versi sendiri dari lagu Tenderly.
Karya
lain mereka yang terpenting adalah Moonbird (1959), yang memenangkan
Oscar, yang berkisah mengenai dua anak yang mengejar burung pada malam hari,
yang dialognya diisi oleh anak mereka. Tipe dialog ini pun terlihat dari karya mereka seperti
The Hole (1962), yang berkisah mengenai percakapan dua pekerja
konstruksi mengenai perang nuklir. Film-film mereka yang lain adalah The Hat (1964), yang
berkisah mengenai masalah perbatasan nasional dan Windy Day (1968), yang
berkisah mengenai dunia anak-anak yang juga menggunakan suara kedua anak gadis Hubley.
Film lain mereka yang
bertemakan pendidikan adalah Of Stars and Men (1961) yang berkolaborasi
dengan Harlow Shapeley dan Everybody Rides The Carousel (1976).
Sepeninggal John Hubley
Faith
Hubley menyelesaikan produksi A Doonesbury Special (1977) yang
berdasarkan Gary Trudeau komik strip, setelah meninggalnya John dan menjadi
film ketujuh mereka yang mendapat nominasi oscar.
Faith terus membuat film,
dimana ia memasukkan perasaannya dan menginspirasi generasi baru dari pembuat
film wanita, dimana salah satunya adalah anak perempuannya, Emily.
2. John and James Whitney
Whitney
bersaudara, John dan James, pelopor Animasi Independent Amerika, tercatat tidak
hanya untuk film2 abstrak mereka, namun juga karena mempelopori dunia komputer
animasi dan digital special effects. Ketika di Paris, John mempelajari musik12-tone dan animasi dari desain abstrak. Ketika
kembali ke Amerika pada tahun 1939, ia bergabung dengan James, seorang pelukis,
untuk membuat film pertama mereka, yaitu Twenty-Four Variation (1940),
sebuah film abstrak menggunakan film 8-mm, yang menggunakan bentuk
lingkaran dan segi tiga. Produksi dari karya ini dimungkinkan karena printer
optik yang dibuat oleh John. Kerjasama mereka selanjutnya menghasilkan Five
Abstract Film Excercises (1940-45).
Karya
ini dapat dianggap sebagai masterpiece dalam animasi abstrak, dimana
disini mereka memotret cahaya daripada benda bercahaya. Sebagai tambahan, John
pun menciptakan suara pada film, sebuah teknik yang kemudian dikembangkan oleh Norman
McLaren. Kemudian mengikuti teknik dari Norman McLaren yang
melukis diatas film (yang dimaksud disini adalah pita film), merupakan karya
film yang berupa serial, dimana disini John membuat foto dari gambar cat minyak
diatas permukaan halus, kemudian menambahkan warna sesudah foto tersebut
dicetak. Karya yang dihasilkan menggunakan teknik ini adalah
Mozart Rondo (1949), Hot House (1949) dan Celery Stalks at
Midnight (1951).
Pada
tahun 1952, John mendirikan Motion Graphics,Inc. yang memproduksi film2
iklan, kemudian pada tahun 1955 bekerja dengan UPA sebagai sutradara,
sebelum bekerja sebagai spesialis film pada Charles and Ray Earnes Studio. John pun mendesain title sequence untuk film Alfred
Hitchcock, Vertigo (1958), bekerja sama dengan Saul Bass. Pada awal 1959,
John mulai menggunakan komputer analog sederhana untuk menghasilkan visual
effect. Hasilnya adalah Catalog 1961, yang diproduksi untuk menunjukkan
kemampuan proses ini untuk periklanan. Eksperimen ini dan banyak percobaan lainnya membuka
jalan ke IBM pada tahun 1961, yang menghasilkan film2 awal yang menggunakan
computer atau optical printer seperti Permutations (1966), serial Matrix
yang dihasilkan pada awal 1970 dan Arabesque (1975).
Pada tahun 1986, John membantu mengembangkan komputer
program yang didesain untuk mengkombinasikan komputer grafis dan komposisi
musik, yang ditujukan untuk menyelaraskan aksi tonal (musik) dan aksi grafis.
3. James Whitney
Setelah
bekerja sama dengan saudaranya, John Whitney, James mendedikasikan dirinya
untuk mempelajari filosofi Asia. Ketika kembali ke dunia film pada tahun 1950 sampai
kematiannya, ia hanya membuat lima film, yang dianggap sebagai bagian dari
karya2 sinema non-objective yang terbaik.
Salah satu dari karya James, Yantra (1955) dapat dianggap sebagai
pengalaman visual/spiritual yang terbaik.
James
kembali melukis sebelum menyelesaikan Lapis (1965), yang juga
menggunakan barisan point. Untuk proyek ini ia menggunakan peralatan
saudaranya, namun seluruh image yang direkam mengunakan kerajinan tangan.
Proyek terakhir James, yang tidak terselesaikan ketika ia meninggal,
merupakan sebuah terralogi yang menggunakan empat elemen utama, yaitu
tanah, angin, api dan air. Bagian pertamanya, Dwija (1976), menggunakan
image burung yang dilahirkan kembali, bermandikan cahaya.
3.
Animasi
Stop Motion
Telah dibahas bahwa teknik stop motion pertama kali
digunakan dalam pembuatan animasi gambar tangan oleh James Stuart blackton
dalam The Humorous Phases of Funny Faces (1906), dimana teknik ini
menjadi pelopor dalam dibuatnya animasi gambar tangan, yang kemudian
disempurnakan oleh Windsor Mc Cay.
Jadi, istilah animasi stop motion, yang seringkali
dipakai untuk mendeskripsikan animasi boneka, sebenarnya merupakan teknik yang
umum dipakai untuk menganimasikan berbagai macam media, dimana teknik ini dapat
digunakan untuk membuat animasi cutout, sand, clay dan pixilation.
Teknik inilah yang dipakai untuk membuat karya-karya
animasi legendaris sampai teknik ini digantikan oleh komputer. Jadi, untuk
pembahasan mengenai animasi stop motion menggunakan boneka, disini akan disebut
dengan stop motion 3D. Teknik ini sebenarnya telah lama dipakai, bahkan
sebelum kamera film ditemukan, dimana terdapat zoetrope yang menggunakan boneka
kayu.
George Meiles, sebelum Blackton menganimasikannya
dalam media gambar, menggunakan teknik ini dalam produksi film untuk keperluan
advertising pada tahun 1898, dimana disini ia mambuat balok-balok kayu
berbentuk huruf bergerak membentuk nama dari sang advertiser. Sebelumnya, pada
tahun 1897, Albert E.Smith bersama Blackton pun telah membuat film pendek
dengan teknik stop motion 3D berjudul Humpy Dumpy Circus, yang
menggambarkan boneka bergerak.
Penggunaan animasi stop motion 3D, pada masa ini,
karena kebanyakan menggunakan boneka, dianggap tidak cocok keperluan visual
efek untuk film serius, dimana penggunaannya kebanyakan untuk film atau iklan
untuk anak-anak, salah satunya adalah produksi Dolls in Dreamland
(1907).
Penggunaan animasi gambar tangan telah digunakan oleh
Blackton dalam The Haunted House, sebuah film horor, namun penggunaan
animasi stop motion 3D nampaknya masih menunggu waktu lama sebelum digunakan
dalam film serius.
Kita akan membicarakan mengenai para pembuat animasi
stop motion 3D, dimana beberapa animator independen banyak menaggunakan media ini.
4.
Tokoh-tokoh
animasi stop motion 3D
1.
Wilis
O’Brien
Pada
tahun 1913, seorang anak muda berusia 17 tahun, yang bekerja sebagai pematung
melakukan eksperimen dengan kamera pinjaman, dimana dengan ia memfilmkan patung
tanah liat petinju yang dibuatnya untuk keperluan pameran, dengan teknik stop
motion. Hasil dari animasi ini merupakan sebuah pertandingan tinju, yang
menggugah minat dari anak muda ini untuk menekuni animasi stop motion 3D.
Dari
hasil coba-coba ini, anak muda yang bernama Wilis O’ Brien ini pun membuat
sebuah film eksperemental yang diberinya judul The Dinosaur and the Missing
Link, dimana hasil dari animasi ini dibeli oleh Thomas Alva Edison, yang
kemudian memasarkan animasi tersebut. O’Brien kemudian pindah ke timur dan
membuka perusahaan dengan nama Mannikin Films Inc., dimana disini membuat
beberapa animasi pendek untuk perusahaan Edison.
Tidak
puas dengan hasil yang sudah dicapainya, O’Brien pun
melakukan eksperimen lebih
lanjut untuk menyempurnakan teknik stop motion untuk karya-karyanya, dimana ia
kemudian bekerja sama dengan American Museum of Natural History untuk
menghasilkan dinosaurus yang benar-benar akurat. Hasil kerjasama ini membuahkan
film The Ghost of Slumber Mountain pada tahun 1918, dimana film ini
menarik perhatian seorang produser film, Watterson R. Rothacker, yang kemudian
memberinya proyek untuk mengerjakan adaptasi film dari novel Sir Arthur Conan
Doyle, The Lost World. Proyek The Lost World ini dikerjakan O’Brien dengan keseriusan
tinggi, dimana selain membuat gerakan yang lebih baik, ia pun memperbaiki
bentuk desain dari dinosaurusnya agar lebih meyakinkan sebagai mahkluk hidup,
dimana O’Brien mengajak seseorang pematung muda bernama Marcel Delgado untuk
bekerja sama.
Delgado
kemudian menghabiskan waktu selama dua tahun untuk membuat model dinosaurus
sebanyak 50 buah untuk proyek ini, dimana O”Brien mengerjakan set di sebuah
studio di Holywood, dimana pada tahun 1925 film ini pun dirilis.
Meskipun
The Lost World meraih sukses, perkembangan selanjutnya dari karir
O’Brien tidak terlalu mulus dimana pada masa ini orientasi pasar dari Holywood
lebih mengarah kepada film-film yang bertemakan musik semenjak ditemukannya
film bersuara yang dipopulerkan dengan film The Jazz Singer (1927), yang
merupakan film musikal.
Hal
inipun berimbas dengan produksi film-film animasi, dimana animasi O’brien yang
lebih bertemakan fantasi dengan mahkluk-mahkluk prasejarah, tidak mendapat
tempat, dimana orang lebih suka menonton animasi gambar tangan yang menampilkan
musik, yang dipelopori Disney dengan Silly Symphony (1928).
Menggunakan
teknik animasi stop motion 3D, O’Brien tentu saja kesulitan untuk membuat
karakter bernyanyi dan gaya dari O’Brien pun bukanlah gaya animasi lucu. Hal
yang merupakan kekurangan animasi stop motion 3D adalah animasi yang dihasilkan
seringkali merupakan animasi yang kaku, bergerak patah-patah, tidak cocok untuk
animasi musikal.
Butuh
beberapa waktu sebelum genre fantasi O’Brien mendapat tempat kembali, dimana
selama kurun waktu penantian tersebut, O’Brien mengerjakan beberapa proyek film
eksperimen, dan sebuah film untuk studio RKO berjudul Creation, namun
tidak ada yang terselesaikan.
Kemudian
tawaran untuk membuat film bertemakan fantasi kembali datang pada tahun 1930,
dimana film ini banyak menggunakan set yang dibuat untuk film sebelumnya,
dimana judul film ini adalah King Kong. Film ini kemudian dirilis tahun
1933 dan mendapat sukses besar, dimana animasi stop motion 3D ini merupakan
kemajuan dalam dunia animasi stop motion 3D dimana karakter King Kong bukanlah sekedar monster bergerak, namun juga
memiliki personality, dimana di waktu yang hampir bersamaan, Disney pun membuat
animasi gambar tangan yang memiliki personality, yaitu The Three Little Pig.
2.
Ray Harryhausen
Pada
masa genre fantasi mendapat popularitasnya pada dekade 50, orang yang paling
banyak mengerjakan proyek stop motion untuk film-film demikian adalah Ray
Harryhausen, yang merupakan seseorang pengagum O’Brien dan sempat bekerja
sebagai asisten O’Brien pada film Mighty Joe Young tahun 1949.
Popularitas
fiksi ilmiah ini tentu saja berarti banyaknya permintaan untuk special efek,
yang tentu memberi masa keemasan bagi Ray Harryhausen, dimana pada masa ini
banyak film-film yang menggunakan stop motion yang ia hasilkan. Namun meskipun
genre fiksi ilmiah sangat digemari, budget yang digunakan untuk membuat
film-film ini tetap tidak tidak banyak, dimana sebelumnya film-film ini memang
dikategorikan sebagai film B-Grade dan dibuat dengan biaya murah. Dengan budget
yang minim, tentu saja Ray harus ketat dalam mengeluarkan budget untuk
film-filmnya, meskipun ini tidak berarti penurunan kualitas. Setelah bekerja dengan O’Brien pada film Mighty
Joe Young film, karir Ray pun menanjak dimana ia mendapat banyak pekerjaan
membuat film sejenis, dimana proyek Ray selanjutnya adalah The Beast from
20,000 Fathom (1953). Pada film ini, Ray menemukan teknik yang berbeda
dengan teknik yang digunakan O’Brien, dimana pada teknik yang digunakan
O’Brien, untuk mengambil gambar interaksi antara manusia dengan stop motion 3D
monster, digunakan teknik memproyeksikan adegan stop motion 3D ke layar
berukuran besar, sementara sang aktor berakting di depan layar tersebut.
Ray, pada teknik yang dikembangkannya, menggunakan cara yang sebaliknya,
dimana ia memproyeksikan film hasil shooting live action ke arah model stop
motion yang dibuatnya, dimana teknik ini tentu saja menghemat banyak biaya
produksi.
Penggunaan animasi stop motion 3D sebenarnya tidak
hanya sebatas digunakan untuk keperluan special efek film, dimana sebelumnya
telah dijelaskan bahwa telah dibuat film animasi anak-anak menggunakan boneka
stop motion pada jaman Blackton, namun tidak populer .
3.
George
Pal
Tokoh
lain yang perlu dicatat dalam sejarah animasi stop motion 3D adalah George Pal,
seseorang pakar pembuat animasi stop motion 3D dari Hungarian, yang pindah ke
Amerika tahun 1939.
Ketika
di Amerika, George Pal bekerja dengan Paramount Studio pada awal tahun 1940,
dimana ia membuat serial animasi stop motion 3D yang berjudul Puppetoon, untuk keperluan televisi.
Ray Harryhausen dan Wilis O’Brien pun pernah bekerja sama dengan George membuat
beberapa proyek untuk serial ini, namun
mereka menyatakan bahwa teknik yang digunakan Ray tidak cocok dengan cara kerja
mereka.
George Pal menemukan teknik yang disebut dengan replacement animation, dimana teknik
ini berbeda dengan teknik animasi stop motion 3D yang dikenal. Biasanya untuk
menggerakkan model boneka, dibuatlah semacam kerangka atau armature di dalam
boneka tersebut, dimana ketika difilmkan secara stop motion, boneka tersebut
digerakkan menggunakan armature tersebut.
Teknik
replacement animation yang digunakan oleh George merupakan teknik yang
rumit, dimana teknik ini tidak menggerakan sebuah boneka, tapi menggunakan
ribuan boneka yang dibuat dengan posisi yang berbeda untuk menghasilkan sebuah
gerakan.
Namun
teknik ini tidak selalu dipakai dalam semua adegan, dimana pada beberapa adegan
tetap digunakan armature, tentu saja untuk menghemat biaya. Teknik replacement animation baru dipakai pada adegan-adegan yang
membutuhkan kehalusan animasi, seperti
ekspresi wajah atau karakter spesial, misalnya karakter berbentuk puntung
rokok, yang digunakan Pal pada karya animasi “dancing cigarettes” untuk
keperluan mengiklankan sebuah stasiun radio di Netherlands tahun 1932.
Keindahan
dari animasi stop motion 3D oleh George Pal akhirnya membuahkan penghargaan
dari Academy Award dengan enam nominasi dari episode Puppetoon, dan sebuah
penghargaan khusus dengan teknik yang dikembangkannya. Selain itu, tawaran
proyek pun berdatangan, dimana George pun mendapat tawaran untuk mengerjakan
spesial efek untuk keperluan film live action, dimana film-fil tersebut adalah The
Time Machinne dan War of The Words.
5. Perkembangan Animasi Stop Motion 3D
Popularitas dari animasi stop motion 3D tidak sebesar
dengan popularitas animasi gambar tangan, dimana meskipun memiliki dimensi,
animasi stop motion 3D cenderung kaku, dimana ketika digunakan untuk animasi
musikal, hasil animasi ini tidak sebanding dengan animasi gambar tangan.
Beberapa animasi stop motion 3D yang dihasilkan, yang
bertemakan musikal, seperti Rudolph The Red-Nosed Reindeer (1964) dan Santa
Claus Is Comin’ to Town (1970) produksi Rankin-Bass merupakan animasi
berdurasi panjang yang memiliki kualitas baik namun hanya untuk keperluan
konsumsi televisi dan tidak terlalu populer.
Pada tahun 1993, sebuah animasi stop motion 3D
berjudul The Nightmare Before Christmas, yang diproduksi oleh Tim Burton
dan disutradarai Henry Selick, dirilis. Karya ini berhasil mengangkat kirpah
animasi stop motion 3D yang selama ini kurang mendapat perhatian. Karya inipun
menjadi animasi stop motion yang paling diingat dimana gaya yang dipakai pada
film ini merupakan gaya yang unik, gabungan antara Horor Haloween dengan
kartun, yang memberikan kesan menakutkan sekaligus komedi, dimana karya ini
ditujukan untuk semua umur.
Pada tahun 1993, sebuah animasi stop motion 3D
berjudul The Nightmare Before Christmas, yang diproduksi oleh Tim Burton
dan disutradarai Henry Selick, dirilis. Karya ini berhasil mengangkat kirpah
animasi stop motion 3D yang selama ini kurang mendapat perhatian.
Karya inipun menjadi animasi stop motion yang paling
diingat dimana gaya yang dipakai pada film ini merupakan gaya yang unik,
gabungan antara Horor Haloween dengan kartun, yang memberikan kesan menakutkan
sekaligus komedi, dimana karya ini ditujukan untuk semua umur.
Hal lainnya yang hendak dicapai pada animasi ini
adalah bahwa animasi ini merupakan animasi musikal, dimana sebelumnya animasi
stop motion 3D sulit menyaingi animasi gambar tangan musikal.
Tim Burton mengatakan, bahwa dalam menghasilkan karya
ini, salah satu referensi yang diambil adalah karya stop motion Rudolph The
Red-Nosed Reindeer, dimana karya ini merupakan karya yang mengambil
inspirasi dari natal, namun menggabungkannya dengan berbagai eleman fantasi,
dimana dalam The Nightmare Before Christmas, karya ini merupakan
gabungan antara Haloween dengan Christmas.
Teknik stop motion 3D yang dipakai merupakan teknik
replacement animation, dengan sedikit bantuan komputer untuk mempermudah proses
produksi. Proses produksi membutuhkan 227 boneka, dimana karakter utama animasi
ini, Jack Skellington, membutuhkan 400 kepala pengganti untuk memudahkan
karakter ini berekspresi.
Kesuksesan film inipun mendorong untuk penciptaan
beberapa film stop motion 3D lainnya, seperti Corpse Bride dan
Coraline.
6. Will Vinton
Perusahaan kecil dari Will Vinton, merupakan contoh
terbaik dari versi baru animasi clay tiga dimensi. Tim produksi dari perusahaan
ini seringkali dikategorikan dengan produksi komersil maupun independen.
Lahir pada tahun 1947 di McMinnville (Oregon), Vinton
mempelajari sinematografi oleh ayahnya, seorang pembuat film amatir yang
bersemangat.
Ketika belajar di Berkley, Will membuat banyak film
pendek, beberapa adalah live action, dan membuat animasi tiga dimensi
menggunakan model yang ia buat sebagai mahasiswa arsitektur.
Ketika lulus pada tahun 1971, Vinton bekerja sebagai
pembuat film freelance. Disini ia bekerja sama dengan arsitek Bob Gardiner,
yang pada akhirnya berhasil membuat film pendek animasi menggunakan clay,
berjudul Closed Mondays.
Film pertama ini merupakan sebuah kesuksesan dan memenangkan
Oscar pada tahun 1974. Karya ini mengkisahkan seorang pemabuk yang memasuki
museum yang tutup dan bereaksi secara fantasi pada lukisan-lukisan yang
dipajang,
Di mata si pemabuk, yang juga diperlihatkan kepada
penonton, benda-benda di museum menjadi hidup dan bermetamofosa menjadi sesuatu
yang hidup, yang dengan kreativitas pembuatnya, menjadikan animasi ini
menghibur dan memiliki atmosfir yang menjadi ciri khas dari Vinton.
Gaya yang ditampilkan dari Closed Mondays
merupakan penemuan yang unik, dimana ditampilkan komputer berbicara yang
berubah menjadi sarung tangan, kepala Einstein dan televisi lengkap dengan
siarannya.
Karya ini melahirkan apa yang disebut dengan claymation,
merupakan teknik yang dipatenkan dan disempurnakan oleh Vinton.
Meskipun teknik ini hanya menggunakan medium yang
berbeda, teknik stop motion menggunakan clay sebenarnya sudah banyak
dicoba dan mengalami kegagalan, dimana clay di tangan Vinton pada akhirnya
mendapat tempat di dunia animasi.
Hal lainnya, clay pun menjadi alternatif penggunaan
boneka kayu sebagai media untuk membuat 3D animasi, dimana pendahulu Vinton
banyak yang menggunakan media ini, seperti George Pal.
Kegunaan lain dari clay adalah sifatnya yang mempu
membuat adegan metamorfosis, yang ditampilkan dalam film pendek Vinton.
Kemudian Vinton meninggalkan kerjasama dengan
Gardiner, dan membuka perusahaannya di Portland, Oregon, dimana disini ia
memproduksi film-film pendek.
Beberapa karyanya, seperti Martin the Cobbler
(1976), merupakan kisah berdasarkan cerita dari Leo Tolstoy, yang mengkisahkan
seseorang yang kehilangan harapan, dan secara mukzizat menemukannya kembali.
Film ini memiliki gaya yang menyerupai gaya daripada Disney, namun
visualisasinya merupakan sebuah kreativitas yang terinspirasi, bukan sebuah
peniruan.
Hal yang sama pun terjadi dalam film Rip Van Winkle
(1978).
Hal yang menjadi ciri khas dari Vinton adalah
metamorfosis.
7. Festival Animasi
Untuk pembuat film animasi, festival film animasi
merupakan sarana untuk memamerkan hasil karya dan mendapat perhatian, bahkan
merupakan akses untuk menjadi terkenal.
Para animator dan studio animasi, seperti Bill
Plympton dengan Your Face (1987), Aardman Animation dengan Creature Comforts
(1989), Pixar dengan Tin Toy (1988) dan Mike Judge dengan Frog Baseball (1991),
mendapat keuntungan dengan memamerkan karya mereka di ajang festival.
Festival film tertua yang didedikasikan untuk film
animasi adalah Annecy International Animation Festival. Didirikan tahun
1960, event pertama festival ini mengambil tempat di kota Annecy, Perancis,
pada bulan Juni.
Meskipun banyak masalah politik di Yugoslavia, Zagreb
Festival terus diadakan setiap tahun, kecuali di tahun 1976.
Pemenang Grand Prize dari lomba ini adalah When The
Day Breaks oleh Wendy Tilby dan Amanda Forbis (1999) dan Father and Daughter
oleh Michael Dudok de Wit (2000).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar